Selasa, 04 November 2014

PROPOSAL SKRIPSI DESAIN FAKTORIAL 2x2



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Aedy (2009) mengatakan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang melibatkan banyak sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber dana maupun sumber daya sarana dan prasarana. Setiap sumber daya tersebut melibatkan banyak variabel dan setiap variabel masih melibatkan banyak unsur pula.
Tujuan pembelajaran yang dilakukan di sekolah secara umum adalah untuk mentransfer ilmu dalam bentuk pengetahuan, sikap, maupun keterampilan kepada siswa melalui berbagai proses. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan berbagai model  untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu cocok pada semua siswa. Penyebabnya bisa saja karena latar belakang pendidikan siswa, kebiasaan belajar, motivasi, minat, sarana, lingkungan belajar, model pembelajaran, dan sebagainya.
Dalam menelaah peningkatan mutu pendidikan ada salah satu pendekatan yang harus dilalui dengan sukses, yaitu pendekatan substansial pendidikan (content approach). Pendekatan ini berkaitan langsung dengan mutu  pendidikan dan tingkah laku yang harus dimiliki oleh siswa, karena proses belajar mengajar ditentukan dengan orientasi pendidikan yang tidak didominasi oleh guru (teacher centered), melainkan didominasi oleh siswa (student centered). Dengan demikian diharapkan prestasi siswa akan menjadi asli atau tidak artifisial belaka. Prestasi yang diperoleh siswa hendaknya dari proses pembelajaran maupun belajar dan tidak hanya melalui transfer infomasi begitu saja.
Pembelajaran merupakan proses interaksi baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan lingkungannya yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Melalui proses interaksi, kemampuan siswa akan berkembang baik mental maupun intelektualnya (Sanjaya, 2008: 133). Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah berbasis kelas, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh proses pembelajaran yang dialami siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai, dan sikap.
Menurut Slameto (2010: 54), pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu contohnya niat, motivasi berprestasi, sikap, motivasi belajar. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu salah satu contohnya, yaitu model pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik pada tanggal 18 Februari 2014 di Sekolah Menengah Keujuruan Negeri 7 Surabaya atau selanjutnya disingkat SMK Negeri 7 Surabaya. Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik ketika mengajar di kelas adalah model pembelajaran konvensional. Adapun model pembelajaran konvensional tersebut menggunakan metode ceramah dan mencatat sehingga siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran konvensional terpusat pada guru sehingga menyebabkan siswa cenderung selalu menunggu pengetahuan datang dari guru. Siswa yang diajar pun akan cepat mengalami kebosanan, mengingat dasar dan pengukuran listrik merupakan mata pelajaran produktif yang memiliki jumlah 10 jam pelajaran dalam satu minggu.
Berdasarkan hasil wawancara pula, hasil belajar siswa belum menunjukkan peningkatan dari nilai ulangan siswa sebelum remedial pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Nilai hasil belajar siswa yang telah tuntas masih mencapai 65% dari seluruh siswa kelas X TIPTL yang berjumlah 98 siswa dan terbagi menjadi tiga kelas dengan nilai Kriteria Kelulusan Minimum (KKM) > 76. Didasarkan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi faktor yang belum bisa menunjang hasil belajar siswa secara maksimal. Mengingat kondisi tersebut dan semakin majunya ilmu pengetahuan, maka dalam proses pembelajaran haruslah menngunakan model pembelajaran yang dapat menarik respon siswa dan membantu guru dalam menjelaskan materi pembelajaran.
Melihat kondisi tersebut, tentunya akan menimbulkan masalah pada saat proses pembelajaran pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Masalah muncul diantaranya: (1) kurang efektifnya proses pembelajaran, (2) kurangnya perhatian pada saat proses pembelajaran, (3) kurangnya keaktifan siswa pada saat mengikuti pembelajaran sehingga ketika diberi kesempatan untuk bertanya hanya sedikit siswa yang melakukannya, (4) proses pembelajaran yang sering di lakukan oleh guru menggunakan model satu arah, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran langsung dengan metode ceramah dan mencatat, (5) karena waktu yang terbatas sehingga sulit untuk menyesuaikan penggunaan model pembelajaran dengan tingkat motivasi beprestasi siswa yang beragam, dan (6) pencapaian tujuan pembelajaran pada mata pelajaran mengaplikasikan rangkaian listrik belum sepenuhnya maksimal, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa kelas X Teknik Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik (TIPTL).
Mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik merupakan materi hitungan dan praktik pada Kurikulum 2013. Dengan melaksanakan belajar secara praktik, siswa dibimbing untuk dapat terampil dan mempersiapkan bekal untuk menghadapi dunia kerja. Dalam prosesnya siswa dituntut untuk mampu memahami mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik.
Dari uraian di atas, maka untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa maka penulis melakukan penelitian tentang “Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Siswa Ditinjau dari Motivasi Berprestasi pada Mata Pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik”.
 B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.      Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI?
2.      Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik ditinjau dari motivasi berprestasi tinggi dan rendah?
3.      Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik?
C.    Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Model pembelajaran yang digunakan adalah Model Pembelajaran Langsung (MPL) dan Mdel Pembelajaran Kooperatif (MPK) tipe Team Assisted Individualization (TAI).
2.      Pengukuran hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik pada kompetensi dasar menganalisis rangkaian listrik arus bolak-balik.
3.      Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum 2013.
4.      Pengukuran hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik kompetensi dasar menganalisis rangkaian listrik arus bolak balik.
5.      Sampel yang digunakan adalah siswa SMK program studi keahlian Teknik Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik kelas X di SMK Negeri 7 Surabaya.
6.      Hasil belajar siswa akan diukur adalah hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor.
D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui adanya perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
2.      Mengetahui adanya perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik ditinjau dari motivasi berprestasi.
3.      Mengetahui adanya interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik.
E.     Manfaat Penelitian
 Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi siswa maupun guru. Adapun manfaat penelitian ini adaalah sebagai berikut:
1.      Bagi penulis, dalam penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang perbandingan hasil belajar siswa antara yang menggunakan model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan rendah.
2.      Bagi guru, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang tepat dengan mempertimbangkan motivasi berprestasi siswa sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
3.      Siswa diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik.
4.      Dapat menjadi pilihan yang efektif bagi sekolah-sekolah SMK di dalam membelajarkan model pembelajaran mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik di kelas serta dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMK.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Deskripsi Teoritik
1.      Motivasi Berprestasi
a.      Pengertian motivasi berprestasi
Motivasi dalam bahasa Inggris adalah motive berasal dari kata “motion” yang berarti gerak atau sesuatu yang bergerak. Berawal dari kata motif itu motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak aktif. Motivasi dapat menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat diperlukan.
Purwanto (2000: 70-71) berpendapat, bahwa setiap motivasi itu bertalian erat dengan suatu tujuan dan cita-cita. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya, sehingga motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.
Menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Sardiman (2011: 198), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: (1) motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2) motivasi ditandai dengan munculnya rasa dan afeksi seseorang, dan (3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Dalam kegiatan belajar, Fathurrohman dan Sutikno (2007:19) mengatakan bahwa motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk berbuat sebaik mungkin, agar memperoleh hasil yang terbaik dengan kondisi yang diharapkan. Motivasi berprestasi merupakan pendorong bagi siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan mencapai hasil belajar yang setinggi-tingginya.
b.      Ciri-ciri dan indikator motivasi berprestasi
Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman (2011: 83) motivasi berprestasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2)      Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).
3)      Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya).
4)      Lebih senang bekerja mandiri.
5)      Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6)      Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
7)      Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
8)      Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut memiliki motivasi berprestasi yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktifitas belajarnya.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam berprestasi akan menunjukkan hal-hal seperti; 1) keinginan mendalami materi, 2) ketekunan dalam mengerjakan tugas, 3) keinginan berprestasi, dan 4) keinginan untuk maju.
c.       Jenis-jenis motivasi berprestasi
 Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan hal yang penting setidaknya para siswa memiliki motivasi untuk berprestasi karena kegiatan akan berhasil baik apabila anak yang bersangkutan mempunyai motivasi yang kuat. Hapsari (2005: 74) membagi motivasi membagi dua jenis, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dengan mendefinisikan kedua jenis motivasi tersebut. Motivasi instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang datang dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar diri seseorang.
 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri dari dua macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berkenaan dengan kegiatan belajar motivasi instrinsik mempunyai sifat yang lebih penting karena daya penggerak yang mendorong seseorang dalam belajar dari pada motivasi ekstrinsik. Keinginan dan usaha belajar atas dasar inisiatif dirinya sendiri akan membuahkan hasil belajar yang maksimal, sedang motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang mendorong belajar itu timbul dari luar dirinya. Apabila keinginan untuk belajar hanya dilandasi oleh dorongan dari luar dirinya maka keinginan untuk belajar tersebut akan mudah hilang.
1)      Motivasi intrinsik
 Santrock (2003: 476) mengatakan motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam diri seseorang untuk menjadi kompeten, dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri. Thursan (2008: 28) mengemukakan motif intrinsik adalah motif yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Menurut Hapsari (2005: 74) motivasi intrinsik pada umumnya terkait dengan bakat dan faktor intelegensi dalam diri siswa. Motivasi intrinsik dapat muncul sebagai suatu karakter yang telah ada sejak seseorang dilahirkan, sehingga motifasi tersebut merupakan bagian dari sifat yang didorong oleh faktor endogen, faktor dunia dalam, dan sesuatu bawaan (Gunarsa, 2008: 50).
Sedangkan menurut Thursan (2008: 29), seorang siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan aktif belajar sendiri tanpa disuruh guru maupun orang tua. Motivasi intrinsik yang dimiliki siswa dalam belajar akan lebik kuat lagi apa bila memiliki motivasi eksrtrinsik.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan motivasi intrinsik adalah motivasi yang kuat berasal dari dalam diri individu tanpa adanya pengaruh dari luar yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Menurut Hapsari (2005: 74) faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik pada umumnya terkait dengan faktor intelegensi dan bakat dalam diri siswa. Gunarsa (2008: 50-51), mengemukakan bahwa motivasi intrinsik dipengaruhi oleh faktor endogen, faktor konstitusi, faktor dunia dalam, sesuatu bawaan, sesuatu yang telah ada yang diperoleh sejak dilahirkan. Selain itu, motivasi intrinsik dapat diperoleh dari proses belajar. Seseoran yang meniru tingkah orang lain, yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan secara bertahap, maka dari proses tersebut terjadi proses internalisasi dari tingkah laku yang ditiru tersebut sehingga menjadi kepribadian dari dirinya.
Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik antara lain: (1) keinginan diri, (2) kepuasan, (3) kebiasaan baik, dan (4) kesadaran.
2)      Motivasi ekstrinsik
Menurut Supandi (2011: 61), motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul manakala terdapat rangsangan dari luar individu. Adapun Santrock (2003: 476) berpendapat, motivasi ekstrinsik adalah keinginan mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan tujuan eksternal atau mendapat hukuman eksternal. Lebih lanjut menurut Santrock (2003: 476), motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan penghargaan eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat, pujian dan nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi ektrinsik dipengaruhi atau dirangsang dari luar individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik antara lain; (1) pujian, (2) nasehat, (3) semangat, (4) hadiah, (5) hukuman, dan (6) meniru.
d.      Fungsi motivasi berprestasi
 Motivasi berhubungan erat dengan suatu tujuan. Dengan demikian motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan. Kaitannya dengan belajar, motivasi merupakan daya penggerak untuk melakukan belajar. Menurut Sardiman (2011: 85) bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1)      Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak yang akan digerakkan.
2)      Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang akan dicapai. Jadi motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus dikerjakan agar sesuai dengan tujuannya.
3)      Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong dan pengarah seseorang atau siswa pada aktifitas mereka dalam pencapaian tujuan belajar.
e.       Indikator motivasi berprestasi
Adapun indikator motivasi berprestasi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
1)      Keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu: a) dorongan untuk selalu maju dalam menekuni mata pelajarn dasar dan pengukuran listrik, b) dorongan untuk selalu mendapat nilai baik, c) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan d) kesungguhan siswa dalam merespon.
2)      Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, yaitu: a) dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal, b) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, dan c) dorongan untuk membaca buku baru.
3)      Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu: a) dorongan untuk menguasai materi materi pembelajaran secara mandiri, b) memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, dan c) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran.
2.      Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2010: 46), model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dalam penelitian ini dikemukakan dua model pembelajaran yang digunakan, yaitu model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI).
a.      Model Pembelajaran Langsung (MPL)
1)      Pengertian Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pegetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola bertahap, selangkah demi selangkah (Kardi dan Nur (2005:5).
Adapun ciri-ciri Model Pembelajaran Langsung (MPL) menurut Kardi & Nur (2005: 3) adalah sebagai berikut:
a)      Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.
b)      Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
c)      Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
2)      Tujuan model pembelajaran langsung
Para pakar teori belajar pada umumnya membedakan dua macam pengetahuan, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (Kardi & Nur, 2005: 4). Suatu contoh pengetahuan deklaratif, yaitu besarnya hambatan merupakan hasil bagi antara tegangan dengan arus listrik (R=V/I). Pengetahuan prosedural yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif di atas adalah bagaimana memperoleh rumus atau persamaan hambatan.
Sering kali pengetahuan prosedural memerlukan penguasaan prasyarat yang berupa pengetahuan deklaratif. Para guru selalu menghendaki agar siswa-siswa memperoleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya mereka dapat melakukan suatu kegiatan dan melakukan segala sesuat dengan berhasil.
Dari penjelasan beberapa teori tersebut bahwa tujuan dibelajarkannya model pembelajaran langsung adalah siswa memperoleh dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Penguasaan pengetahuan tersebut saling berhubungan demi tercapainya hasil belajar yang maksimal.
3)      Sintaks atau pola model pengajaran langsung
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Pengajaran langsung, menurut Kardi (2005: 3) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.
Sintaks model pengajaran langsung tersebut disajikan dalam 5 tahap seperti ditunjukkan Tabel 2.1.


Tabel 2.1. Sintaks Model Pengajaran Langsung
Fase
Peran Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyampaikan informasi tahap demi tahap
Fase 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
Fase 5
Memberikan kesempatan pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Sumber: Kardi & Nur (2005: 8)
Dari teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar siap menerima presentasi materi pelajaran yang dilakukan melalui demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pembelajaran diakhiri dengan pemberian kesempatan pada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata.
4)      Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung memilki kekurangan dan kebelebihan dalam penerapannya. Adapun keunggulan Menurut Sanjaya (2008: 189); yaitu: (a). guru bisa mengontrol urutan dan mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, (b) efektif utuuk materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas, (c) selain siswa dapat mendengar melalui tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa dapat melihat (melalui pelaksanaan demonstrasi), dan (d) bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas besar.
 Namun lebih lanjut Sanjaya (2008: 189) menjelaskan beberapa kekurangan model pembelajaran langsung, yaitu:           (a) hanya untuk kemampuan mendengar dan menyimak yang baik, (b) tidak dapat melayani perbedaan kemampuan siswa, dan          (c) hanya menekankan pada komunikasi satu arah (one-way communication).
b.      Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI)
1)      Dasar model pembelajaran koopeatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Team Assisted Individualization (TAI) merupakan bagian dalam model pembelajaran koopeatif. Model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan.
Menurut Lie (2002: 27) alasan pengajar enggan menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas adalah khawatir akan terjadi kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak belajar jika mereka diterapkan di dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar di dalam kelompok.
Model pembelajaran koopeatif tidak sama dengan proses pembelajaran yang hanya sekedar belajar menggunakan kelompok. Namun terdapat beberapa unsur-unsur dasar yang mendasari perbedaan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran secara berkelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model koopeatif yang di lakukan secara benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.
Menurut Roger dan Johnson dalam Lie (2002: 30), bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran koopeatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Kelima unsur tersebut meliputi;  a) saling ketergantungan positif, b) tanggung jawab perseorangan, c) tatap muka, d) komunikasi antar anggota, dan e) evaluasi proses kelompok.
Selain unsur-unsur dan penjabaran secara singkat mengenai model pembelajaran kooperatif, terdapat teknik-teknik atau metode yang ada pada model pembelajaran kooperatif ini. Menurut Lie (2002: 54) Metode-metode tersebut, yaitu: a ) mencari pasangan, b) bertukar pasangan, c) berpikir-berpasangan-berempat,               d) berkirim salam dan soal, e) kepala bernomor, f) kepala bernomor terstruktur, g) dua tinggal dua tamu, h) keliling berkelompok, i) kancing gemrincing,  j) keliling kelas, k) lingkaran kecil lingkaran besar, l) tari bambu, m) jigsaw, dan n) bercerita berpasangan.
Metode yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tersebut bervariasi dan banyak pilihanya, mulai dari mencari pasangan sampai ke bercerita berpasangan. Apabila metode tersebut di terapkan pada proses pembelajaran tidak menutup kemungkinan siswa akan menjadi aktif dan merasa senang dengan pembelajaran yang disajikan oleh guru.
Guru yang baik tidak hanya terpaku pada satu metode atau satu strategi saja, namun guru yang ingin maju dan berkembang, perlu mempunyai cadangan atau persediaan strategi dan metode pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat bagi siswa dan dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan dan kekurangan (Sanjaya, 2008: 248-251). Kelebihan model pembelajaran kooperatif antara lain: a) menumbuhkan sikap kooperatif atau kerja sama antar siswa, b) menumbuhkan jiwa kompetitif pada siswa, c) menumbuhkan motivasi berprestasi pada siswa, d) memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan sosial, sikap demokratis, saling menghargai, memupuk ketrampilan berinteraksi sosial, dan e) menumbuhkan rasa tanggung jawab dan keberanian dalam proses pembelajaran.
Sedangkan kekurangan atau kelemahan model pembelajaran kooperatif, yaitu: a) kesulitan dalam memahami kemampuan individual siswa yang sebenarnya, b) siswa yang kemampuannya rendah merasa minder dan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran, c) munculnya sikap bergantung pada orang lain pada siswa yang kemampuannya rendah, dan d) siswa yang pandai merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa fase, yaitu: a) menyampaikan tujuan dan establishing set,              b) mempresentasikan informasi, c) mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim belajar, d) membantu kerja tim dan belajar, e) mengujikan berbagai materi, dan f) memberikan penghargaan. Tabel 2.2 berikut ini merupakan fase-fase pada model pembelajaran kooperatif menurut (Arends, 2008: 21).
Tabel 2.2. Fase-fase pada Pembelajaran Kooperatif
Fase-Fase
Kegiatan Guru
Fase 1. Menyampaikan tujuan dane stablishing set
Guru menyampaikan tujuan-tujuan pelajaran dan establishing set
Fase 2. Mempresentasikan informasi
Guru mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal atau dengan teks.
Fase 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim belajar
Guru menjelaskan kepada siswa tata cara membentuk tim-tim belajar dan membantu kelompok untuk melakukan transisi yang efisien.
Fase 4. Membantu kerja tim danbelajar
Guru membantu tim-tim belajar selama mereka mengerjakan tugasnya
Fase 5. Mengujikan berbagai materi
Guru menguji pengetahuan siswa tentang berbagai materi belajar atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasilnya
Fase 6. Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk mengakui usaha dan prestasi individual maupun kelompok
Sumber: Arends (2008)
2)      Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Model Pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual selanjutnya didiskusikan ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Model Pembelajaran tipe Team Assisted Individualization termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (3 sampai 4 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok.
3)      Komponen-komponen model pembelajaran kooperatif Tipe TAI
Model pembelajaran kooperatif TAI memiliki delapan komponen (Slavin, 1995:101-104) Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1)      teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 3- sampai 4 siswa,
2)      placement test, yakni pemberian pretest kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu,
3)      student creative, yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya,
4)      team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya,
5)      team scores and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas,
6)      teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok,
7)      facts test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil bardasarkan fakta yang diperoleh siswa,
8)      whole class units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
3.      Hasil Belajar
a.      Pengertian hasil belajar
Hasil belajar merupakan variabel dari teori belajar di sekolah. Selain variabel lainnya, yaitu karakteristik individu (siswa) dan kualitas pengajaran. Hal ini dinyatakan oleh Bloom dalam Theory of School Learning, bahwa ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah yakni: karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil belajar siswa (Sudjana, 2005: 40). Hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru) dimana hasil belajar memiliki hubungan erat dengan proses belajar. Menurut Whittaker (dalam Aunurrahman, 2009: 35) mengemukakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Djamarah dan Zain (2010: 38) mengemukakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Sedangkan pendapat lain dari Abdillah (dalam Aunurrahman, 2009: 35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik memalui latihan ataupun pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Maka proses belajar itu adalah proses kegiatan siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan hasil belajar merupakan gambaran kemampuan yang ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku setelah siswa mengikuti proses belajar.
Dari beberapa penjelasan teori tersebut, jelas bahwa hasil belajar sangat tergantung pada proses belajar. Hasil belajar akan terlihat setelah diberi perlakuan pada proses balajar yang dianggap sebagai proses pemberian pengalaman belajar. Hasil belajar mengharapkan terjadinya perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa. Maka yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan siswa setelah memperoleh pengalaman belajar dalam proses belajar agar terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dalam bentuk penguasaan dan pemahaman pelajaran yang dipelajarinya.
Arikunto (2001: 26), mengukur hasil belajar dalam dua teknik, yaitu teknik tes dan non tes. Pada penelitian ini menggunakan teknik tes, dan pengamatan. Menurut Hasan (2006: 95) mengemukakan bahwa tes adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru disekolah dalam rangka kegiatan evaluasi (mengukur, menilai, assessment). Sedangkan Arikunto (2001: 53) mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes menurut Sudjana (2005: 113) adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis atau secara lisan atau secara perbuatan. Ada dua macam tes hasil belajar yakni: tes yang telah distandarisasikan (standardized test) dan tes buatan guru sendiri (teacher made test). Tes hasil belajar yang dibuat oleh guru itu dapat dibagi dua macam, yakni tes lisan (oral test) dan tes tulisan (written test). Tes tertulis dapat dibagi atas tes essay (essay examination) dan tes objektif. Tes objektif yang disusun dapat berbentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan isian pendek, saat ini banyak digunakan dalam penelitian pendidikan. Sedangkan tes essay jarang digunakan sebab kurang praktis dan terlalu subjektif. Persyaratan dari sebuah tes yang baik menurut Arikunto (2001: 57) diantaranya yaitu sebagai berikut:


a)      validitas (secara tepat mengukur yang seharusnya diukur),
b)      reliabilitas (menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan tidak berubah jika diadakan tes kembali),
c)      objektifitas (tidak dipengaruhi unsur-unsur pribadi),
d)     praktikabilitas (praktis dan mudah dalam administrasinya), dan
e)      ekonomis (tidak memerlukan biaya yang mahal, tenaga dan waktu yang banyak).
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif adalah tes yang digunakan, yaitu tes buatan peneliti yang berbentuk tes tertulis objektif pilihan. Sedangkan instrumen yang digunakan untk mengkur hasil belajar afektif dan psikomotor adalah lembar pengamatan. Agar memenuhi syarat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran maka tes buatan peneliti ini akan di uji coba terlebih dahulu kepada siswa-siswa yang telah mempelajari mata pelajaran yang akan diteliti.
b.      Klasifikasi hasil belajar
Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22), membagi tiga macam hasil belajar adalah keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan sikap dan cita-cita. Dalam Sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin S. Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Bloom (dalam Rochmad, 2012) membagi ranah masing-masing ranah ke dalam tingkatan-tingkatan kategori yang dikenal dengan istilah taksonomi seperti berikut:
1)      Ranah kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam 6 jenjang kemampuan, yaitu:
a)      Mengingat (C1)
Mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dari ingatan jangka panjang. Adapun proses dalam ranah kognitif ini adalah :
(1)   Mengenali (recognizing) atau mengidentifikasi: menemukan pengetahuan dari ingatan jangka panjang yang sesuai dengan materi yang disajikan (misalnya: mengenali tanggal-tanggal penting dalam sejarah Amerika).
(2)   Mengingat (recalling) atau menemukan kembali: menemukan hubungan atau kaitan antara pengetahuan dari ingatan jangka panjang (misalnya: mengingat kembali hari-hari penting dalam sejarah Amerika).
b)      Memahami (C2)
Membangun pengertian atau makna dari pesan berupa perintah atau instruksi, termasuk secara lisan, tertulis dan hubungan dengan kejadian yang sebenarnya atau dalam bentuk gambar. Adapun proses dalam ranah kognitif tingkat ini meliputi:
(1)   Menafsirkan (interpreting) atau mengartikan/ menggambarkan ulang: mengubah dari satu bentuk gambaran (misal: angka) ke bentuk lain (misal: kalimat).
(2)   Memberi contoh (exampliying) atau mengilustrasikan: menemukan contoh yang sesuai dan cocok atau mengilustrasikan suatu konsep.
(3)   Mengklasifikasi (classifying) atau mengelompokkan: menentukan konsep yang ada pada suatu materi atau kategori.
(4)   Meringkas (summarizing): meringkas suatu bagian yang umum atau poin-poin utama dari suatu tema.
(5)    Menduga (inferring) atau mengambil kesimpulan atau memprediksi: menggambarkan kesimpulan secara nyata dari informasi yang disajikan.
(6)   Membandingkan (compairing) atau memetakan dan mencocokkan: mendeteksi atau mencari kesesuaian antara dua ide, objek dan hal-hal yang serupa.
(7)    Menjelaskan (explaining) atau membangun suatu model: membangun hubungan sebab-akibat dari suatu system.


c)      Mengaplikasikan (C3)
Menerapkan atau menggunakan suatu tata cara yang telah diberikan pada suatu keadaan. Proses kognitif yang dilalui adalah:
(1)   Menjalankan (executing): menerapkan suatu cara yang telah dikenal untuk tugas yang telah biasa dijumpai.
(2)    Mengimplementasikan (implementing): menggunakan cara yang telah ada untuk menyelesaikan tugas yang belum dikenal sebelumnya
d)     Menganalisis (C4)
Memutuskan suatu material ke dalam unsur-unsur pokok dan menentukan bagaimana hubungan/kaitan dari satu unsur tersebut dengan unsur yang lain dan kedalam tujuan atau struktur umum dari suatu materi. Proses kognitif yang dilalui adalah:
(1)   Membedakan (diffrentiating) atau memilih: membedakan bagian yang memiliki hubungan dengan bagian yang tidak memiliki hubungan atau memisahkan bagian yang penting dengan bagian yang tidak penting dari materi yang telah disajikan
(2)   Mengorganisir (organizing) atau menemukan hubungan, mengintegrasi, garis besar, uraian dan menyusun secara struktur: menentukan bagaimana suatu unsur atau fungsi sesuai dengan
(3)   Menemukan makna tersirat (attributing): menetukan pokok permasalahan, bias, nilai atau maksud tersembunyi dari materi yang ada
e)      Evaluasi (C5)
Membuat penilaian atau keputusan berdasarkan kriteria atau standar. Proses ini meliputi:
(1)   Memeriksa (checking) atau mengkoordinasi, menemukan, mengawasi dan menguji: menemukan ketidaksesuaian atau kesalahan antara proses dan hasil; menentukan bahwa proses dan hasil memiliki kesesuaian; mengawasi ketidakefektifan suatu cara dalam penerapan.
(2)   Mengritik (critiquing) atau memutuskan: menemukan ketidaksesuaian antara hasil dan kriteria dari luar, menentukan bahwa hasil sesuai atau tidak, menemukan kesalahan dari suatu cara yang menyebabkan suatu masalah.
f)       Mencipta (C6)
Mengambil semua unsur pokok untuk membuat sesuatu yang memiliki fungsi atau mengorganisasikan kembali element yang ada ke dalam stuktur atau pola yang baru. proses ini meliputi:
(1)   Merumuskan (generating): membuat hipotesis atau dugaan sebagai alternatif berdasarkan kriteria yang ada (misal: menyusun hipotesis untuk laporan dari fenomena yang telah diamati).
(2)   Merencanakan (planning) atau mendesain: merencanakan cara untuk menyelesaikan tugas (misal: rencana penelitian dengantelaah pustaka ditulis berdasarkan topik sejarah yang ada).
(3)    Memproduksi (producing): menemukan atau menghasilkan suatu produk ( menciptakan suatu lingkungan atau keadaan untuk tujuan tertentu).
Untuk dapat membuat suatu penilaian, seseorang harus memahami, dapat menerapkan, menganalisis dan mensintesis terlebih dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan, yaitu menilai, menafsirkan, menaksir, memutuskan. Peneliti hanya menggunakan penilaian dalam ranah kognitif dengan jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan mencipta (C6).
2)      Ranah afektif
Ranah afektif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Lima perilaku ranah afektif selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut, misalnya kemampuan mengakui perbedaan pendapat.
b)      Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, misalnya mematuhi aturan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c)      Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menetukan sikap. Misalnya menerima suatu pendapat orang lain.
d)     Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab.
e)      Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan juga berisi kemampuan kognitif. Kelima jenis perilaku tersebut bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku perilaku terendah dan perilaku pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi.
3)      Ranah psikomotor
Menurut Simpson dalam Dimyati dan Mudjiono             (2006: 29-30) membagi ranah psikomotor menjadi tujuh jenis perilaku, yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Tujuh perilaku dalam ranah psikomotor selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:
a)      Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut, misalnya pemilahan warna, angka 6 (enam) dan 9 (sembilan).
b)      Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani, misalnya posisi start lomba lari.
c)      Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan, misalnya meniru gerak tari, membuat lingkaran di atas pola.
d)     Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan- gerakan tanpa contoh, misalnya melakukan lompat tinggi dengan tepat.
e)      Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau ketrampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien, dan tepat, misalnya bongkar pasang peralatan secara tepat.
f)       Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku, misalnya bertanding.
g)      Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri, misalnya kemampuan membuat tari kreasi baru.
Ketujuh jenis perilaku tersebut mengandung urutan taraf ketrampilan yang berangkaian. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan fase-fase dalam proses belajar motorik yang bersifat hierarkikal. Belajar berbagai kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai dengan kreativitas pola gerak baru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotor mencakup kemampuan fisik dan mental.

Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun penilaian dalam hasil belajar kognitif dengan jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), mencipta (C6). Hasil belajar afektif diperoleh dari hasil pengamatan sikap siswa selama proses pembelajaran. Sikap yang diamati meliputi: bekerjasama, saling menghargai, jujur, dan bertanggungjawab. Sedangkan hasil belajar psikomotor diperoleh dari hasil pengamatan selama proses praktikum dan merupakan penilaian kinerja siswa. Kinerja yang diamati meliputi: mengaktifkan program PheT, membuat rangkaian sesuai dengan gambar, memasang sebuah Amperemeter untuk mengukur besar arus yang mengalir, menjalankan simulasi rangkaian, menambah jumlah variabel manipulasi kemudian mengamati dan mencatat penunjukkan Amperemeter, dan mengulangi langkah sebelumnya dengan mengganti nilai variabel manipulasi sebanyak 5 kali.
4.      Pengaruh Model Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar
Trianto (2007: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Afifuddin (2009: 34) mengatakan bahwa dalam mengajarkan suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik daripada model pembelajaran lainnya). Dengan demikian berarti bahwa untuk setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan- pertimbangan seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Hasil belajar merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Dalam mencapai suatu tujuan seseorang akan berusaha semaksimal mungkin. Adanya tujuan yang jelas akan mempengaruhi timbulnya kebutuhan kebutuhan, dan ini akan mendorong timbulnya motivasi dalam diri siswa. Terkait dengan pencapaian prestasi, adanya motivasi berprestasi dalam diri siswa dalam diri siswa akan merangsang dirinya meraih prestasi secara optimal. Terkait motivasi, menurut McClelland dalam Afifuddin (2008) mengemukakan bahwa seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk berprestasi. Motivasi di sini merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: a) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, b) persepsi tentang nilai tugas tersebut, dan c) kebutuhan untuk keberhasilan atau sukses.
Kebutuhan untuk berprestasi bersifat intrinsik dan relatif stabil. Orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ingin menyelesaikan tugas dan meningkatkan keterampilan mereka. Mereka ini berorientasi kepada tugas dan masalah-masalah yang memberikan tantangan, dimana penampilan mereka dapat dinilai dan dibandingkan dengan suatu patokan atau dengan penampilan orang lain. Orang seperti ini menginginkan adanya umpan balik mengenai penampilannya.
Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi selalu memilih bekerja untuk tugas-tugas yang mempunyai derajat tantangan yang sedang-sedang karena mereka menginginkan adanya keberhasilan. Mereka tidak menyenangi tugas yang mudah dan tidak memberikan tantangan. Sebaliknya untuk melakukan tugas-tugas yang sangat sulit mereka tidak mau apabila mereka yakin bahwa tugas tersebut sulit untuk dilaksanakan. Dengan demikian terlihat bahwa di dalam bekerja mereka tidak bersifat untung-untungan, dan semua tujuan mereka adalah realistis. Apabila berhasil, mereka akan meningkatkan aspirasinya sehingga dapat meningkat ke tugas yang lebih sulit. Siswa dengan motivasi berprestasi rendah sebaliknya mau memilih tugas-tugas yang sangat mudah atau sangat sulit. Apabila tugas sangat mudah dengan sendirinya mereka akan dapat melakukannya dengan baik, sebaliknya kegagalan di dalam melaksanakan tugas yang sangat sulitpun tidak mempunyai arti apa-apa bagi mereka karena sejak semua mereka telah tahu akan gagal. Di sini terlihat bahwa di dalam menentukan tujuan mereka tidak realistis.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk berbuat sebaik mungkin, agar memperoleh hasil yang terbaik dengan kondisi yang diharapkan. Motivasi berprestasi merupakan pendorong bagi siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan mencapai hasil belajar yang setinggi-tingginya.
5.      Tinjauan Umum Mata pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik
Mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik merupakan salah satu program kompetensi kejuruan yang wajib diikuti oleh siswa kelas X di SMK Negeri 7 Surabaya, Program Keahlian Teknik Ketenagalistrikan. sub kompetensi yang akan dibahas yaitu menganalisis rangkaian listrik arus bolak balik diantaranya rangkaian R-L, R-C, R-L-C.
Gambaran materi atau silabus mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik yaitu: (a) dasar dan pengukuran listrik arus bolak-balik. (b) Menganalisis rangkaian kemagnetan. Pokok bahasan yang diambil: (a) Rangkaian seri RL, RC, dan RLC. (b) Rangkaian paralel RL, RC, dan RLC. Materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:
a.       Rangkaian Seri R–L
1)      Pengertian rangkaian R-L
2)      Rumus mencari tegangan
3)      Rumus mencari arus
4)      Rumus mencari impedansi
5)      Rumus reaktansi induktor
6)      Segitiga daya
b.      Rangkaian Seri R–C
1)      Pengertian rangkaian R-C
2)      Rumus mencari tegangan
3)      Rumus mencari arus
4)      Rumus mencari impedansi
5)      Rumus reaktansi kapasitor
6)      Segitiga daya
c.       Rangkaian Seri R-L-C
1)      Pengertian rangkaian seri RLC
2)      Sifat-sifat pada rangkangaian seri RLC
3)      Rumus tegangan, arus dan impedansi, dan
4)      Segitiga tahanan

B.     Penelitian yang Relevan
Di bawah ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.

1.  Hasil penelitian yang dilakukan Hafid (2012) yang membandingkan perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran langsung dengan hasil pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif hasilnya lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung.
2.  Hasil penelitian yang dilakukan Farikah (2011) yang membandingkan pengaruh hasil belajar matematika pada materi faktorisasi suku aljabar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan pembelajaran konvensional dengan hasil pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI hasilnya lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.
3.  Hasil penelitian yang dilakukan Ratri (2012) yang membandingkan perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran langsung pada standar kompetensi merawat peralatan rumah tangga listrik dengan hasil pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif hasilnya lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung.


C.    Kerangka Berpikir
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan kerangka berpikir penelitian di atas maka terdapat tiga kerangka berpikir yang diajukan, yaitu:
1.      Pengaruh penggunaan model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI terhadap hasil belajar dasar dan pengukuran listrik
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI), setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang telah diberikan kepadanya. Setiap anggota kelompok diberi tugas untuk menjadi seorang pakar dalam beberapa aspek yang bersumber dari bahan bacaan tersebut. Dari masing-masing pakar berusaha mendiskusikan bahan bacaan tersebut kemudian mengajarkan kepada anggota kelompoknya. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub-bab lain selain dari sub­bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap penjelasan teman satu kelompok mereka. Keberhasilan kelompok diyakini bergantung pada adanya saling ketergantungan anggota kelompok dan pembagian tugas. Setelah selesai pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai kuis secara individu tentang materi pelajaran.
Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, yaitu: (a) Setiap anggota dapat saling melengkapi dan membantu menyelesaikan setiap materi yang diterima, (b) anggota kelompok memiliki pemikiran yang berbeda-beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain, (c) Peseta didik dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman-temannya, (d) memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehinnga diantara anggotanya akan terjadi hubunganyang positif, (e) setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab bersama untuk membuat anggota lain memahami materi.
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe TAI, yaitu: (a) Terdapat anggota yang lebih mendominasi kelompok dan aday yang hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak merata, (b) apabila kelompoknya tidak dapat bekerja sama dengan baik maka akan terjadi perselisihan karena adanya berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan perselisihan, (c) sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan, maka terkadang sulit untuk dimengerti, (d) pembelajaran memerlukanwaktu yang cukup lama sebab harus saling berdiskusi bersama teman-teman lain untuk menyatukan pendapat dan pandangan yang dianggap benar.
Pada model pembelajaran lain yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah model pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membatu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Adapun beberapa kelebihan dalam model pembelajaran langsung, yaitu: (a) guru menguasai kelas, (b) dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar, (c) mudah mempersiapkan dan melaksanakannya, (d) mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
Namun kekurangan model pembelajaran langsung, yaitu: (a) membosankan bagi peserta didik, (b) menyebabkan siswa menjadi pasif, (c) mudah/cepat lupa, (d) kurang merangsang kreativitas siswa, (e) sulit mengetahui apakah siswa mengerti/tidak, (f) bersifat verbalisme.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing model pembelajaran, apabila dihubungkan dengan mata pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik, maka diduga model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) lebih tepat digunakan pada mata pelajaran tersebut karena mata pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik merupakan pelajaran Produktif.
Hal tersebut dikarenakan adanya tanggung awab bersama yang diemban oleh setiap kelompok agar seluruh anggota kelompok tersebut dapat memahami matei ajar. Sehingga komunikasi antar siswa lebih intensif dan materi lebih mudah dampai pada siswa yang dianggap memiliki kemampuan rendah. Untuk mengatasi kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini guru harus mengarahkan setiap kelompok agar dapat berkordinasi dengan baik.
2.      Pengaruh antara motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar dasar dan pengukuran listrik
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah motivasi. Dengan adanya motivasi, siswa akan belajar lebih keras, ulet, tekun dan memiliki dan memiliki konsentrasi penuh dalam proses belajar pembelajaran. Sedangkan motivasi berprestasi merupakan dorongan yang berhubungan dengan prestasi, yaitu: 1) menguasai, 2) memanipulasi atau mengorganisir lingkungan sosial maupun fisik, 3) mengatasi rintangan-rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, dan 4) bersaing dengan ukuran keunggulan. Motivasi berprestasi yang dimiliki siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran sangat berperan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa yang bermotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, artinya semakin tinggi motivasinya, semakin intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, maka semakin tinggi prestasi belajar yang diperolehnya, sebaliknya apabila motivasi belajar rendah atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga memungkinkan hasil belajar akan rendah pula.
Berdasarkan uraian tersebut, diduga hasil belajar siswa yang bermotivasi tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yangbermotivasi rendah.
3.      Interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar.
Motivasi berprestasi siswa yang tinggi akan lebih siap dan sanggup untuk mengikuti pelajaran berikutnya dan diharapkan akan mencapai hasil belajar yang lebih tinggi. Namun jika pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI serta motivasi berprestasi siswa disertakan dalam mendesain proses pembelajaran, ada dugaan bahwa terdapat interaksi pengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan mempertimbangkan motivasi berprestasi siswa akan dapat mengoptimalkan siswa dalam mencapai prestasi. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI siswa lebih prospektif tentang belajar dan perspektif tentang kerja sama. Siswa dapat mengembangkan pemahaman dan penghayatan akan prinsip-prinsip dan nilai-nilai ilmiah dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berfikir logis, sistematis dan kreatif, kecerdasan serta sikap kritis, terbuka dan rasa ingin tahu.
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI disertai motivasi berprestasi siswa yang tinggi akan lebih memudahkan siswa belajar dan berinteraksi lebih positif sehingga akan mampu meningkatkan hasil belajarnya. Sedangkan pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan terbantu dengan siswa lain yang memiliki motivasi berprestasi tinggi untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI mengandalkan kerja sama tim sehingga mampu menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan.
Penggunaan model pembelajaran langsung pada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi diduga akan menghasilkan hasil belajar tinggi. Hal ini disebabkan karena siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki semangat dan kemauan yang lebih dari pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Sedangkan model pembelajaran langsung yang diterapakan pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah diduga hasil belajarnya lebih rendah. Hal ini disebakan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung untuk mengalami kebosanan dan membutuhkan suntikan motivasi lain yang dapat meningkatkan semangat dan motivasi belajarnya.

D.    Rumusan Hipotesis
1.      Hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik 
2.      Hasil belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik
3.      Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik?


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi eksperimen dengan harapan banyak memberikan manfaat terutama untuk menentukan model pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Alasan penggunaan metode quasi eksperimen dalam kelompok tersebut adalah masih banyak variabel dalam kelompok yang belum bisa dikontrol oleh peneliti. Kelompok dalam sampel penelitian adalah kelompok kelas yang sudah terbentuk sesuai dengan pembagian menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Rancangan eksperimen yang digunakan penelitian ini dengan desain faktorial 2x2, mempunyai dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama (variabel perlakuan) adalah model pembelajaran, variabel bebas kedua (variabel atribut) adalah motivasi berprestasi, sedang variabel terikat adalah hasil belajar.
Variabel bebas terdiri dari Model Pembelajaran Langsung (MPL) (A1) dan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) (A2). Variabel moderator terdiri dari motivasi berprestasi rendah (B1) dan motivasi berprestasi tinggi (B2). Tabel 3.1 menunjukkan rancangan eksperimen dengan desain faktorial 2x2.
Tabel 3.2. Desain Faktorial 2x2

Model pembelajaran
MPL
(A1)
TAI
 (A2)
Motivasi berprestasi
Rendah (B1)
16
16
Tinggi  (B2)
16
16
TOTAL

32
32
Sumber: Dantes (2012: 100)
B.     Variabel-Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.      Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan bebarapa variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.         Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dalam penelitian ini tidak tergantung pada nilai variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adala model pembelajaran yang diterapkan kepada siswa. Model pembelajaran yang pertama adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI yang diterapkan pada kelompok kelas eksperimen. Model pembelajan yang kedua adalah model pembelajaran langsung yang diterapkan pada kelompok kelas kontrol.
b.        Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa.
c.         Variabel moderator
Variabel moderator merupakan variabel yang dianggap berpengaruh terhadap variabel terikat, tetapi dianggap tidak mempunyai pengaruh utama. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi.
2.      Definisi Operasional Variabel
a.       Definisi operasional variabel bebas
1)      Model pembelajaran langsung akan diterapkan pada kelas kontrol. Model langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pegetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik. Adapun fase dalam pembelajaran langsung, yaitu: a) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, b) mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, c) membimbing pelatihan, d) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan e) memberikan kesempatan pelatihan lanjutan dan penerapan memberikan kesempatan pelatihan lanjutan dan penerapan.
2)      Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) diterapkan pada kelas eksperimen. Model pembelajaran ini merupakan pengembangan kodel pembelajaran kooperatif yang mengombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan individual. Dalam model ini terdapat komponen penting, yaitu: teams, yaitu teams, placement test, creative, team study, team scores and team recognition, teaching group, facts test, whole class units. Adapun sintaks dalam model pembelajajaran kooperatif tipe TAI, yaitu: a) menyampaikan tujuan dan establishing set,         b) mempresentasikan informasi, c) mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim belajar, d) membantu kerja tim dan belajar,         e) mengujikan berbagai materi, dan f) memberikan penghargaan.
b.      Definisi operasional variabel terikat
Definisi operasional hasil belajar pada penelitian ini adalah hasil yang dicapai oleh siswa melalui proses pembelajaran yang dapat diukur melalui posttest (kognitif) dan pengamatan (afektif dan psikomotor). Adapun pencapaian hasil belajar yang diukur yaitu mencakup bidang kognitif, yaitu meliputi: aspek pengetahuan (C1), aspek pemahaman (C2), aspek penerapan (C3), aspek analisis (C4), aspek evaluasi (C5), dan aspek penciptaan (C6). Hasil belajar afektif diperoleh dari hasil pengamatan sikap siswa selama proses pembelajaran. Sikap yang diamati meliputi: bekerjasama, saling menghargai, jujur, dan bertanggungjawab. Sedangkan hasil belajar psikomotor diperoleh dari hasil pengamatan pada siswa selama proses praktikum dan merupakan penilaian kinerja siswa selama mengikuti praktikum. Kinerja yang diamati meliputi: : mengaktifkan program PheT, membuat rangkaian sesuai dengan gambar, memasang sebuah Amperemeter untuk mengukur besar arus yang mengalir, menjalankan simulasi rangkaian, menambah jumlah variabel manipulasi kemudian mengamati dan mencatat penunjukkan Amperemeter, dan mengulangi langkah sebelumnya dengan mengganti nilai variabel manipulasi sebanyak 5 kali.
c.       Definisi operasional variabel moderator
Definisi motivasi berprestasi siswa pada penelitian ini adalah diukur dengan menggunakan angket motivasi berprestasi. Setelah itu dikelompokkan menjadi dua macam yaitu motivasi berprestasi tinggi dan motivasi rendah, tidak dimanipulasi secara eksperimental, tetapi dimasukkan dalam desain penelitian. Motivasi berprestasi merupakan dorongan siswa untuk bersaing dalam upaya mencapai standar keunggulan, mencapai hasil yang sebaik- baiknya dalam mencapai tujuan. Beberapa indikator motivasi berprestasi adalah keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu: a) dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran dasar dan pengukuran listrik, b) dorongan untuk selalu mendapat nilai baik, c) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas pelajaran dasar dan pengukuran listrik, dan d) kesungguhan siswa dalam merespon mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Indikator yang kedua adalah keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, yaitu: a) dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal, b) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, dan c) dorongan untuk membaca buku baru. Sedangkan indikator yang ketiga adalah rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu: a) dorongan untuk menguasai materi materi pembelajaran secara mandiri, b) memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, c) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran.

C.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 7 Surabaya pada siswa kelas X Teknik Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik (TIPTL) tahun ajaran 2013/2014. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.
D.    Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang direncanakan meliputi:
1.      Tahap persiapan pembelajaran meliputi:
a.       Survei dan wawancara.
b.      Menyusun proposal penelitian, menyusun instrumen penelitian.
c.       Menyusun perangkat pembelajaran.
d.      Validasi perangkat dan instrumen
2.      Tahap pelaksanaan pembelajaran meliputi :
a.        Mengukur motivasi berprestasi siswa sebelum proses pembelajaran.
b.       Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran langsung (MPL).
c.        Eksperimen dilaksanakan selama 4 kali pertemuan atau 8 jam pelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI meliputi langkah-langkah apersepsi dan motivasi, penjelasan materi, pembentukan kelompok, pembentukan kelompok ahli, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, presentasi kelompok, kuis. Sedangkan pada Model Pembelajaran Langsung (MPL) siswa diajar dengan metode ceramah yang meliputi penjelasan materi dan tanya jawab.
d.       Tahap pasca eksperimen merupakan langkah terakhir setelah diberikan perlakuan maka kedua kelompok diberi tes akhir.
3.      Tahap penyajian hasil penelitian.
Pada tahap ini yang dilakukan peneliti adalah menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian dan menyusun laporan penelitian.
E.     Populasi dan Sampel
4.      Populasi penelitian ini adala siswa  TIPTL SMK Negeri 7 Surabaya
5.      Sampel kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas X TIPTL SMK. Dalam penelitian ini menggunakan 2 kelas, yaitu kelas pertama adalah kelas kontrol dan kelas kedua adalah kelas eksperimen. Dalam hal ini kelas diambil secara acak dari jumlah 3 kelas yaitu X TIPTL-1, X TIPTL-2 dan X TIPTL-3. Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling.
F.         Instrumen Penelitian
Penyusunan instrumen dalam penelitian ini mengacu pada dimensi dan indikator hasil belajar siswa kelas X TIPTL SMK Negeri 7 Surabaya. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 buah instrumen yang digunakan yaitu: (1) lembar validasi; (2) lembar angket motivasi berprestasi; dan (3) lembar penilaian hasil belajar afektif, dan psikomotor. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini ada 3 macam, yaitu:
1.      Lembar validasi
Lembar validasi digunakan untuk mengukur efektivitas atau ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2008: 129). Dalam penelitian ini yang instrumen yang divalidasi sebelum diujicobakan adalah perangkat pembelajaran dan soal posttest. Adapun perangkat pembelajaran penelitian ini adalah silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), buku siswa. Adapun perangkat pembelajaran yang divalidasi ahli adalah RPP dan buku siswa. Sedangkan untuk soal posttest divalidasi oleh ahli materi. Dalam penelitian ini uji validitas digunakan untuk menguji sejauh mana perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan sebagai salah satu media pembelajaran, sehingga dapat diketahui tingkat kebenaran dan ketepatan penggunaan perangkat pembelajaran tersebut Kisi-kisi yang digunakan untuk uji validitas yang meliputi lembar lembar validasi RPP, lembar validasi buku siswa, dan lembar validasi soal posttest.
a.       Lembar validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan. Pada penelitian ini peneliti membuat RPP pada setiap tatap muka dengan tujuan agar kegiatan pembelajaran bersifat sistematis sehingga perlu adanya validasi oleh ahli perangkat pembelajaran. Tabel 3.3 merupakan lembar validasi rencana pelaksanaan pembelajaran.
Tabel 3.3. Lembar validasi rencana pelaksanaan pembelajaran
Faktor/Aspek
Indikator
Jumlah pertanyaan
Nomor Pertanyaan


1.   Kompetensi Dasar
Kesesuaian rumusan kompetensi dasar dengan silabus yang sudah ada.
1
1a
Kesesuaian kompetensi dasar dengan perkembangan siswa
1
1b
2.   Indikator
Kesesuaian indikator dengan kompetensi dasar yang sudah ada.
1
2a
Kesesuaian rumusan pencapaian hasil belajar
1
2b
3.   Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator yang ada.
1
3
4.  Materi pembelajaran
Relevansi materi dengan kompetensi dasar pembelajaran.
1
4a
Urutan penyajian materi dikelompokkan dalam bagian-bagian yang logis (keterkaitan topik, sub topik, dan penyajian sistematis).
1
4b
Kesesuaian tugas/latihan soal yang mendukung konsep.
1
4c
5.   Alokasi Waktu
Kesesuaian alokasi waktu dengan cakupan materi.
1
5
6.   Sumber & sarana belajar
Kesesuaian dengan kompetensi yang ingin dicapai.
1
6a
Kesesuaian LP 1 dengan tujuan pembelajaran.
1
6b
Kesesuaian LP 2 dengan tujuan pembelajaran.
1
6c
Kesesuaian LP 3 dengan tujuan pembelajaran.
1
6d
Kesesuaian LP 4 dengan tujuan pembelajaran.
1
6e
Kesesuaian LP 5 dengan tujuan pembelajaran.
1
6f
Kesesuaian format penilaian dengan tujuan pembelajaran.
1
6g
7.   Kegiatan Belajar Mengajar
Kesesuaian langkah pembelajaran dengan metode pembelajaran.
1
7a
Ketepatan metode pembelajaran dengan KD.
1
7b
8.   Bahasa
Kebenaran tata bahasa yang digunakan, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku.
1
8a
Bahasa sesuai EYD.
1
8b
Kesederhanaan struktur kalimat.
1
8c
Sifat komunikatif bahasa yang digunakan.
1
8d
9.   Format
Kejelasan pembagian materi.
1
9a
Kesesuaian jenis dan ukuran huruf yang digunakan.
1
9b
Catatan: Instrumen ini diadaptasikan dari Arif, 2012.
b.      Lembar validasi buku siswa
Buku ini berisi uraian materi yang mendukung lembar kegiatan siswa tentang menganalisis rangkaian listrik arus bolak balik. Buku siswa perlu divalidasi oleh ahli materi rangkaian listrik karena kesesuaian materi tersebut akan mempengaruhi asil belajar. Tabel 3.4 berikut merupakan lembar validasi buku siswa.
Tabel 3.4. Lembar validasi buku siswa
Faktor/Aspek
Indikator
Jumlah Pertanyaan
Nomor Pertanyaan
1.   Perwajahan dan tata letak
Wajah sampul buku siswa memiliki daya tarik.
1
1a
Gambar sampul menggambarkan isi modul.
1
1b
Huruf dan gambar ditata dengan baik dan rapi.
1
1c
2.   Materi  buku siswa
Teks buku siswa dapat  terbaca.
1
2a
Materi yang disajikan sesuai dengan tingkat pikir siswa.
1
2b
Tingkat kebenaran konsep materi dalam buku siswa.
1
2c
Teks dan gambar saling terkait.
1
2d
Obyek gambar sesuai materi.
1
2e
Obyek gambar jelas atau tidak kabur.
1
2f
Informasi pada buku siswa cukup memadai.
1
2g
3.   Bahasa

Bahasa mudah dipahami.
1
3a
Bahasa sesuai EYD.
1
3b
Sifat komunikatif bahasa yang digunakan
1
3c
Catatan: Instrumen ini diadaptasikan dari Arif, 2012.
c.       Lembar validasi soal posttest
Soal posttest merpakan bagian penting dalam penelitian ini karena sebagai instrumen untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa sehingga, soal tersebut sebelum diujikan perlu di validasi oleh ahli evaluasi. Adapun lembar validasi soal posttest ditunjukkan pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5. Lembar validasi soal posttest

Faktor/Aspek
Indikator
Jumlah pertanyaan
Nomor pertanyaan


1.  Materi
Soal sesuai dengan indikator yang ada
1
1a
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi
1
1b
Huruf dan gambar ditata dengan baik dan rapi.
1
1c
Tingkat kesulitan soal
1
1d
2.   Konstruksi
Soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas.
1
2a
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
1
2b
Soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban.
1
2c
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
1
2d
Gambar jelas dan berfungsi.
1
2e
Panjang pilihan jawaban relatif sama.
1
2f
3.   Bahasa
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
1
3a
Menggunakan bahasa yang komutatif.
1
3b
Catatan: Instrumen ini diadaptasikan dari Arif, 2012.





2.      Instrumen variabel motivasi berprestasi
Instrumen variabel motivasi berprestasi merupakan instrumen yang diguanakan untuk mengetahi tingkat motivasi berprestasi siswa terhadap mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Pengumpulan data yang motivasi berprestasi menggunakan teknik angket, yaitu angket motivasi berprestasi pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Instrumen angket berbentuk skala karena skala merupakan seperangkat nilai angka yang telah ditetapkan kepada tingkah laku untuk mengukur motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik.
Motivasi berprestasi siswa terhadap mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik merupakan skor yang diperoleh siswa setelah siswa mengisi angket motivasi berprestasi yang berbentuk skala dengan rentangan angka 1 sampai 5.
Untuk kisi-kisi angket motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik disusun berdasarkan indikator-indikator pada kajian teori. Tabel 3.6 merupakan Kisi-kisi penyusunan angket motivasi berprestasi.
Tabel 3.6. Kisi-kisi penyusunan angket motivasi berprestasi
No
Aspek yang diukur
Indikator Motivasi
Komponen sikap
Total
(%)
Positif
Negatif
1
Keinginan mencapai hasil yang optimal
1.   Dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran.
2.    Dorongan untuk selalu mendapatkan nilai baik.
3.   Dorongan untuk menyelesaikan tugas- tugas dasar dan pengukuran listrik.
4.    Kesanggupan siswa dalam merespon mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik.



2
Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan
1.    Dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal dasar dan pengukuran listrik.
2.    Dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas.
3.    Dorongan untuk membaca buku baru.



3
Rasa percaya diri dan kepuasan
1.   Dorongan untuk menguasai materi pembelajaran secara mandiri.
2.   Mengikuti kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran.

3.   Adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran.



Total
(%)
25
(50%)
25
(50%)
50
(100%)
Catatan: Instrumen ini diadaptasikan dari Afifuddin, 2012.
3.      Lembar penilaian hasil belajar
Lembar instrumen penilaian hasil belajar digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik. Adapun lembar penilaian hasil belajar yang dibutuhkan mencakup tiga ranah hasil belajar, yaitu:
a.         Lembar tes hasil belajar kognitif
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada hasil belajar kognitif adalah metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data dan mengukur penguasaan materi menganalisis rangkaian listrik arus bolak balik. Tes disusun sesuai dengan mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik pada kurikulum 2013 yang dibelajarkan pada siswa kelas X program studi keahlian Teknik Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik (TIPTL). Bentuk tes adalah obyektif atau pilihan ganda. Pemberian skor dilakukan dengan pemberian skor 1 jika jawaban benar dan diberikan skor 0 jika jawaban salah.
b.        Lembar pengamatan hasil belajar afektif
Hasil belajar afektif diperoleh dari hasil pengamatan pada siswa selama proses pembelajaran dan merupakan penilaian sikap siswa di dalam kelas. Sikap yang diamati meliputi: bekerjasama, saling menghargai, jujur dan bertanggung jawab. Tabel 3.7 di bawah ini adalah lembar penilaian pengamatan yang berisi sejumlah kriteria sikap untuk memperoleh data penilaian ranah afektif siswa.
Tabel 3.7. Kisi-kisi penilaian hasil belajar ranah afektif
No
Faktor/Aspek
Nomor pertanyaan
Jumlah pertanyaan
1
Bekerjasama
1
1
2
Saling menghargai
2
   1
3
Jujur
3
1
4
Bertanggung jawab
4
1
c.         Lembar pengamatan hasil belajar psikomotor
Hasil belajar psikomotor diperoleh dari hasil pengamatan siswa selama proses praktikum dan merupakan penilaian kinerja siswa selama mengikuti praktikum. Kinerja yang diamati adalah meliputi merangkai percobaan, kerapian rangkaian, ketepatan menggunakan alat sesuai fungsinya, ketepatan waktu mengerjakan dan keberhasilan percobaan. Tabel 3.8 di bawah ini adalah lembar penilaian pengamatan yang berisi sejumlah kriteria kinerja untuk memperoleh data penilaian ranah psikomotor siswa.


Tabel 3.8. Kisi-kisi penilaian hasil belajar ranah psikomotor
No
Faktor/Aspek
Nomor pertanyaan
Jumlah pertanyaan
1
Mengaktifkan program
1
1
2
Membuat rangkaian sesuai dengan Gambar
2
1
3
Memasang sebuah Amperemeter untuk mengukur besar arus yang mengalir.
3
1
4
Menjalankan simulasi rangkaian.
4
1
5
Menambah jumlah variabel manipulasi  kemudian mengamati dan mencatat penunjukkan Amperemeter
5
1
6
Mengulangi langkah 5 dengan mengganti nilai variabel manipulasi sebanyak 5 kali.
6
1
G.    Tahap Analisis Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data agar pekerjaan mengumpulkan data tersebut lebih mudah dengan hasil yang baik serta data lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Analisis instrumen ini digunakan untuk menganalisis butir soal, dan validasi perangkat pembelajaran.
1.      Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran
Kualitas perangkat pembelajaran dianalisis berdasarkan hasil validasi para ahli perangkat pembelajaran, pada masing-masing lembar validasi perangkat pembelajaran, validator menuliskan kategori penilaian dan tanggapan sebagai berikut:
Nilai 1            =  sangat tidak baik
Nilai 2            =  tidak baik
Nilai 3            =  cukup baik
Nilai 4            =  baik
Nilai 5            =  sangat baik

Untuk menganalisis jawaban validator digunakan statistika deskriptif hasil rating yang diuraikan sebagai berikut:
a.       Penentuan ukuran penilaian beserta bobot nilainya. Penentuannya dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini.
Tabel 3.9. Ukuran Penilaian Beserta Bobot Nilai Validasi
Penilaian Kualitatif
Bobot Nilai
Interpretasi
Sangat baik
5
84 – 100
Baik
4
68 – 83
Cukup Baik
3
52 – 67
Kurang Baik
2
36 – 51
Tidak Baik
1
20 – 35
Sumber: Riduwan (2006)
b.      Menentukan nilai tertinggi validator/responden
      Penentuannya adalah banyaknya validator dikalikan bobot nilai tertinggi pada penilaian kuantitatif. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
max
Keterangan:
n             =  banyaknya validator
i              =  bobot nilai kuantitatif (1-5)

c.       Menentukan jumlah jawaban validator
Cara menentukan jumlah validator adalah dengan mengkalikan jumlah validator pada tiap-tiap penilaian kuantitatif dengan bobot nilainya, kemudian menjumlahkan semua hasilnya. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
ni            =  banyak validator yang memilih i
i              =  bobot nilai (1-5)


d.      Hasil Rating
Setelah melakukan penjumlahan jawaban validator, langkah berikutnya adalah menentukan hasil rating dengan rumus sebagai berikut
Keterangan:
n             =  banyaknya validator/responden
ni            =  banyaknya validator/responden yang memiliki nilai i
i              =  bobot nilai kuantitatif (1-5)
imax             =  nilai maksmimal

Dari hasil analisis validitas dapat disimpulkan bahwa perangkat tersebut dianggap layak atau tidak menggunakan standar penilaian sesuai dengan modifikasi skala likert.
2.      Analisis Butir Soal
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2001: 65). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
Dalam penelitian ini butir soal diujicobakan pada kelas XI TITL sebelum digunakan sebagai posttest untuk mengetahui reliabilitas butir soal, taraf kesukaran butir soal, dan daya beda butir soal. Butir soal tersebut di analisis menggunakan software ITEMAN 3.00. Kriteria pengujian diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Taraf kesukaran butir soal diklasifikasikan sebagai berikut.
1)      Sukar jika
2)      Sedang jika
3)      Mudah jika
b.      Daya beda butir soal diklasifikasikan sebagai berikut.
1)      Antara 0,00 sampai dengan 0,20       : daya pembeda lemah
2)      Antara 0,21 sampai dengan 0,40       : daya pembeda sedang          
3)      Antara 0,41 sampai dengan 0,70       : daya pembeda baik
4)      Antara 0,71 sampai dengan 1,00       : daya pembeda sangat kuat
c.       Reliabilitas butir soal diklasifikasikan sebagai berikut.
1)      Antara 0,800 sampai dengan 1,00     : sangat tinggi
2)      Antara 0,600 sampai dengan 0,800   : tinggi
3)      Antara 0,400 sampai dengan 0,600   : cukup
4)      Antara 0,200 sampai dengan 0,400   : rendah
5)      Antara 0,00 sampai dengan 0,200     : sangat rendah

H.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan pekerjaan yang penting sekali dalam penelitian Arikunto (2010: 266). Dengan adanya data-data itulah peneliti menganalisisnya untuk kemudian dibahas dan disimpulkan dengan panduan serta referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengambilan data yaitu 1) tes; 2) angket; 3) wawancara; 4) pengamatan, dan 5) dokumentasi.


I.       Teknik Analisis Data
1.      Analisis Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada penelitian ini meliputi penilaian dari ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Penilaian ranah kognitif diperoleh dari nilai evaluasi (postest) yang di diberikan setelah proses pembelajaran. Sedangkan penilaian ranah afektif dan psikomotorik diperoleh dari hasil pengamatan oleh pengamat.
a.       Hasil belajar kognitif
Analisis hasil belajar siswa pada ranah kognitif yang diperoleh dari nilai evaluasi (posttest) ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan ketuntasan belajar siswa baik ketuntasan secara individual maupun ketuntasan secara klasikal. Ketuntasan individu diperoleh dari nilai siswa dengan perhitungan,
Secara individual siswa dikatakan tuntas jika siswa telah mencapai nilai uji kompetensi ≥ 76.
Sedangkan ketuntasan klasikal diperolah dengan menggunakan perhitungan berikut
Secara klasikal suatu kelas dikatakan tuntas jika 85% siswa mencapai nilai uji kompetensi ≥ 76. Setelah diketahui nilai tersebut, maka dilkukan analisis, kemudian dinyatakan dengan grafik batang.Kemudian skor yang diperoleh dikonversikan ke dalam nilai dengan kriteria seperti pada Tabel 3.10 berikut ini.
Tabel 3.10. Kriteria Penilaian Ranah Kognitif
Nilai angka
Nilai huruf
Keterangan
A
B
C
D
E

80-100
65-79
50-64
35-49
                  1-34                 

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
Sumber: Riduan (2010)

b.      Hasil belajar afektif
Analisis hasil belajar siswa pada ranah afektif dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematis untuk memperoleh data yang diperoleh.
Selanjutnya nilai afektif siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai dengan kriteria seperti pada Tabel 3.11 berikut ini.
Tabel 3.11. Kriteria Penilaian Ranah Afektif
Nilai angka
Nilai huruf
Keterangan
A
B
C
D
E
80-100
65-79
50-64
35-49
1-34
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
Sumber: Riduan (2010)
Setelah diketahui nilai tersebut, maka dilakukan analisis, kemudian dinyatakan dengan grafik batang.
c.       Hasil belajar psikomotorik
Analisis hasil belajar psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematis untuk memperoleh data yang diperoleh.
Selanjutnya nilai psikomotork siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai dengan kriteria seperti pada Tabel 3.12  berikut.
Tabel 3.12. Kriteria Penilaian Ranah Psikomotor
Nilai angka
Nilai huruf
Keterangan
A
B
C
D
E

80-100
65-79
50-64
35-49
1-34

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
Sumber: Riduan (2010)

Setelah diketahui nilai tersebut, maka dilakukan analisis, kemudian dinyatakan dengan grafik batang.
2.      Analisis Perbedaan Hasil Belajar Siswa
Aspek penilaian hasil belajar yang diperoleh dari nilai post-test, nilai lembar pengamatan sikap, dan nilai tes kinerja pada akhir pembelajaran. Data tersebut digunakan untuk membandingkan antara dua keadaan penelitian untuk kelas Model Pembelajaran Langsung (MPL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Untuk menganalisis hasil belajar tersebut peneliti menggunakan beberapa uji, antara lain:
a.    Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini yang diuji normalitas adalah hasil belajar siswa pada kelas MPL maupun TAI menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS 16.0. Langkah-langkah untuk melakukan Uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:
1)     Menentukan hipotesis
H0: sampel berdistribusi normal
H1: sampel berdistribusi tidak normal
2)     Menentukan taraf signifikan (α = 0,05)
3)     Menentukan daftar distribusi frekuensi untuk setiap kelompok data, dengan perhitungan yang dilakukan adalah:
1)      Mengelompokkan data menjadi kelas interval
2)      Mencari frekuensi pada tiap-tiap kelas interval
3)      Menghitung rata-rata kelas hitung dan simpangan baku
4)     Menentukan kelas batas pada tiap-tiap data interval
5)     Menentukan besarnya bilangan baku pada tiap kelas interval dengan rumus:
(Sudjana, 2005: 466)
Keterangan:

   Bilangan baku pada tiap kelas interval
 Menyatakan nilai ujian
 Rata-rata hitung

6)     Menentukan
7)     Menentukan
8)     Menghitung K0 =  dan dipilih nilai K0 terbesar.
9)     Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dengan taraf signifikan α = 0,05. Dalam hal lainnya, H0 diterima.
b.   Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians sample yang digunakan homogen. Dalam penelitian ini yang diuji homogenitas adalah hasil belajar siswa pada kelas eksperimen maupun kontrol. Hasil belajar tersebut meliputi tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Langkah-langkah untuk melakukan uji homogenitas adalah sebagai berikut:
1)      Menentukan hipotesis
H0: varians homogen
H1: varian tidak homogen
2)      Menentukan taraf signifikan (α = 0,05)
3)      Uji statistik
(Sudjana, 2005: 303)
4)      Kriteria pengujian
Tolak H0 jika  sebaliknya terima H0 jika

c.    Uji statistik
Pada penelitian ini yang akan dibandingkan adalah hasil belajar siswa pada model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI serta motivasi berprestasi siswa menggunakan anava dua jalur. Hipotesis statistik yang akan di uji adalah sebagai berikut:
1)      H0: µA1 = µA2
H1: µA1 µA2
2)      H0: µB1 = µB2
H1: µB1 µB2
3)      H0: AxB = 0
H1: AxB ≠ 0
Keterangan:
µA1           : Rerata hasil belajar siswa kelas MPL.
µA2           : Retata hasil belajar siswa kelas TAI.
µB1           : Rerata hasil belajar siswa yang bermotivasi rendah.
µB2           : Rerata hasil belajar siswa yang bermotivasi tinggi.
AxB          : Interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi

Apabila terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjut, untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan yang terjadi antar kelompok maka digunakan post hoc test dengan menggunakan salah satu fungsi scheffe test. Pada data yang sudah diperoleh akan dilakukan uji post hoc dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0
Menurut Sirkin (2006: 341) ada sejumlah tes yang dikenal sebagai uji post hoc perbandingan ganda, yang mengontrol tingkat alpha dan memungkinkan untuk mempersempit kesimpulan tentang ketidaksetaraan populasi. Tes tersebut adalah tes Scheffe. Ada prosedur uji test lain yang memiliki pengendalian lebih kuat, tetapi mengapa memakai Uji Scheffe ini karena uji ini memiliki fleksibilitas dan kekuatan. Uji Scheffe ini dapat diterapkan bahkan ketika kelompok yang dibandingkan memiliki ukuran (n) yang berbeda. Uji Scheffe adalah sebuah tes yang menemukan perbedaan kritis antara dua sampel yang diperlukan untuk menolak hipotesis nol (H0) yang berarti kedua sampel sama. Untuk dua kategori yang diuji menggunakan rumus Scheffe sebagai berikut:
(Murwani, 2007: 70)
Hipotesis yang diukur:

1.      H0 :
H1 :
2.      H0 :
H1 :
3.      H0 :
H1 :
4.      H0 :
H1 :
5.      H0 :
H1 :
6.      H0 :
H1 :

Kriteria pengujian:
Tolak H0 jika  




DAFTAR PUSTAKA
Aedy, H. H. 2009. Karya agung sang guru sejati. Bandung: Alfabeta.
Afiifuddin, Nur. 2008. Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Group Investigation (GI) Terhadap Prestasi Belajar Biologi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa.Tesis. Tidak diterbitkan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Arif, Faizal. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Standar Kompetensi Memahami Sifat Dasar Sinyal Audio di SMK Negeri 2 Surabaya. Surabaya: Fakultas Teknik Unesa.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Dantes, Nyoman. 2012. Metodologi Penelitian. Andi. Yogyakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Djamarah, S. B. & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Farikah, Umi. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dengan medi LKS Terhadap Prestasi belajar Matematika pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar Siswa Kelas VIII Semester 1 SMP Negeri 2 Gajah Kabupaten Demak tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Tidak Diterbitkan. IKIP PGRI Semarang.
Fathurrahman, P. & Sutikno, S. 2007. Strategi Belajar Mengajar; Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT. Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih, D. 2008. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia
Hafid, M. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Kelas XI TITL SMK Negeri 7 Surabaya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Team Assisted Individualuzation dan Model Pembelajaran Langsung.Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Surabaya.
Thursan, Hakim. 2008. Belajar secara efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Hapsari, Sri. 2005. Bimbingan dan konseling SMA kelas XI. Jakarta: Grafindo.
Hasan, Bachtiar. 2006. Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. Bandung:Pustaka Ramadhan.
Kardi dan Nur. 2005. Pengajaran Langsung. Surabaya: Unesa University Press.
Lie, Amalia.2002. Cooperative Learning ( Mempraktikan Cooperative Learning di. Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Gramedia.
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ratri, C. M. 2013. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualuzation dan Model Pembelajaran Langsung Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Merawat Peralatan Rumah Tangga Listrik .Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Surabaya.
Riduan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Rochmad, 2012. Revisi  Taksonomi  Bloom  (A  Revision  Of  Bloom’s  Taxonomy). http://blog.unnes.ac.id/rochmad/files/2012/05/ROCHMAD-BLOOM-ORI.pdf. Diakses tanggal 03 Desember 2014 Jam 13:21.
Sardiman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi  Pembelajaran,  Berorientasi  Standar  Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sirkin, R. Mark. 2006. Statistic For The Social Sciences. California: Sage Publications, Inc.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sudjana, Nana. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru: Algensindo.
Supandi. 2011. Menyiapkan Kesuksesan Anak Anda. Jakarta: PT Gramediapustaka utama
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, Agus. 2010. Koopeatif Learning, Teori & Aplikasi PIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar